
Jakarta, Remaja seringkali mengalami self conscious atau kesadaran diri di mana mereka merasa diperhatikan dan dinilai orang lain hingga membuat mereka panik. Padahal, belum tentu orang lain memperhatikan dan menilai mereka. Tapi itu adalah hal yang wajar.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa kesadaran diri berhubungan dengan respons fisiologis dan kinerja bagian otak tertentu yang muncul dan mencapai puncaknya di masa remaja. Studi ini menunjukkan bahwa sensitivitas remaja terhadap evaluasi sosial bisa dijelaskan melalui pergeseran fungsi fisiologis dan otak selama masa remaja, meskipun perubahan sosial budaya juga mempengaruhi.
"Studi kami mengidentifikikasi remaja merupakan periode yang unik di mana emosi, kesadaran diri, reaktivitas fisiologis, dan aktivitas di daerah otak tertentu berkumpul dan mencapai puncaknya dalam menanggapi evaluasi yang diberikan orang lain," jelas ahli psikologi sekaligus ketua tim peneliti dari Harvard University, Leah Somerville.
Somerville dan timnya ingin melihat apakah hanya dengan menatap, bentuk evaluasi sosial yang paling kecil, akan bernilai lebih bagi remaja, dibandingkan pada anak-anak dan orang dewasa. Para peneliti berhipotesis bahwa daerah otak yang berkembang paling akhir, seperti Medial Prefrontal Cortex (MPFC) bisa berperan pada remaja dalam memonitor konteks evaluasi sosial yang dihadapinya.
Seperti dilansir Science Daily, Kamis (10/7/2013), peneliti melibatkan 69 peserta usia 8 hingga 23 tahun yang datang ke laboratorium. Kemudian mereka melakukan pengukuran secara emosional, fisiologis, dan respons saraf terhadap evaluasi sosial.
Peneliti mengatakan pada peserta bahwa mereka akan menguji kamera video baru di dalam kumparan kepala pada scanner fungsional MRI. Para peserta menyaksikan di layar apakah kamera itu dalam kondisi mati, menyala, atau siaga.
Peserta juga diberi tahu bahwa rekan sesama jenis dengan umur sebaya akan menonton tayangan dan bisa melihat mereka ketika kamera sedang menyala. Padahal sebenarnya tidak ada kamera di MRI tersebut. Konsistensi dan kekuatan data yang dihasilkan mengejutkan peneliti. Mereka tidak tahu apakah pada remaja menatap saja merupakan evaluasi sosial yang cukup kuat.
"Temuan kami menunjukkan bahwa dilihat oleh orang lain saja sudah membuat para remaja berantisipasi akibat tatapan tersebut. Kami sudah mendapat ukuran respons emosional terhadap kesadaran diri di masing-masing tingkatan umur," kata para peneliti.
Tim peneliti juga mengatakan kebanyakan peserta malu menunjukkan gairah fisiologis dan aktivasi MPFC sebagai reaksi terhadap evaluasi sosial yang itu semua terkumpul dan mencapai puncaknya ketika masa remaja.
Peserta remaja juga menunjukkan peningkatan konektivitas fungsional antara MPFC dan striatum. Striatum adalah daerah otak yang menengahi perilaku berdasarkan motivasi dan tindakan yang akhirnya dilakukan.
Somerville dan timnya berspekulasi bahwa jalur MPFC-striatum menjadi rute dimana konteks evaluasi sosial mempengaruhi perilaku remaja sebagai responnya. Hubungan ini juga bisa memberi petunjuk awal mengapa remaja sering melakukan tindakan dengan alasan mengikuti temannya ketika sedang berkumpul bersama.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa kesadaran diri berhubungan dengan respons fisiologis dan kinerja bagian otak tertentu yang muncul dan mencapai puncaknya di masa remaja. Studi ini menunjukkan bahwa sensitivitas remaja terhadap evaluasi sosial bisa dijelaskan melalui pergeseran fungsi fisiologis dan otak selama masa remaja, meskipun perubahan sosial budaya juga mempengaruhi.
"Studi kami mengidentifikikasi remaja merupakan periode yang unik di mana emosi, kesadaran diri, reaktivitas fisiologis, dan aktivitas di daerah otak tertentu berkumpul dan mencapai puncaknya dalam menanggapi evaluasi yang diberikan orang lain," jelas ahli psikologi sekaligus ketua tim peneliti dari Harvard University, Leah Somerville.
Somerville dan timnya ingin melihat apakah hanya dengan menatap, bentuk evaluasi sosial yang paling kecil, akan bernilai lebih bagi remaja, dibandingkan pada anak-anak dan orang dewasa. Para peneliti berhipotesis bahwa daerah otak yang berkembang paling akhir, seperti Medial Prefrontal Cortex (MPFC) bisa berperan pada remaja dalam memonitor konteks evaluasi sosial yang dihadapinya.
Seperti dilansir Science Daily, Kamis (10/7/2013), peneliti melibatkan 69 peserta usia 8 hingga 23 tahun yang datang ke laboratorium. Kemudian mereka melakukan pengukuran secara emosional, fisiologis, dan respons saraf terhadap evaluasi sosial.
Peneliti mengatakan pada peserta bahwa mereka akan menguji kamera video baru di dalam kumparan kepala pada scanner fungsional MRI. Para peserta menyaksikan di layar apakah kamera itu dalam kondisi mati, menyala, atau siaga.
Peserta juga diberi tahu bahwa rekan sesama jenis dengan umur sebaya akan menonton tayangan dan bisa melihat mereka ketika kamera sedang menyala. Padahal sebenarnya tidak ada kamera di MRI tersebut. Konsistensi dan kekuatan data yang dihasilkan mengejutkan peneliti. Mereka tidak tahu apakah pada remaja menatap saja merupakan evaluasi sosial yang cukup kuat.
"Temuan kami menunjukkan bahwa dilihat oleh orang lain saja sudah membuat para remaja berantisipasi akibat tatapan tersebut. Kami sudah mendapat ukuran respons emosional terhadap kesadaran diri di masing-masing tingkatan umur," kata para peneliti.
Tim peneliti juga mengatakan kebanyakan peserta malu menunjukkan gairah fisiologis dan aktivasi MPFC sebagai reaksi terhadap evaluasi sosial yang itu semua terkumpul dan mencapai puncaknya ketika masa remaja.
Peserta remaja juga menunjukkan peningkatan konektivitas fungsional antara MPFC dan striatum. Striatum adalah daerah otak yang menengahi perilaku berdasarkan motivasi dan tindakan yang akhirnya dilakukan.
Somerville dan timnya berspekulasi bahwa jalur MPFC-striatum menjadi rute dimana konteks evaluasi sosial mempengaruhi perilaku remaja sebagai responnya. Hubungan ini juga bisa memberi petunjuk awal mengapa remaja sering melakukan tindakan dengan alasan mengikuti temannya ketika sedang berkumpul bersama.
0 komentar:
Posting Komentar